Ketika Saya menulis ini sebenarnya Saya bingung menggunakan kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan rasa dan kasih sayang terhadap ibu di hari ibu 22 Desember ini. Karena saya adalah tipikal orang tidak pandai dalam menyampaikan perasaan hati dan mengungkapakannya dalam kata, termasuk kepada ibu sendiri. Tapi yang pasti Saya begitu menghormati dan menyayangi beliau, yang telah melahirkan saya 25 tahun silam. Seusai sholat fardu selalu kupanjatkan do’a terkhusus kepada beliau, agar Allah SWT mengampunkan dosa-dosanya, memaafkan kesalahannya, dan mengasihinya sebagaimana beliau mengasihi saya dan kakak-kakak saya dalam suasana suka dan duka, serta semoga cahaya kasihnya tetap abadi untuk selamanya (Kasih ibu Kepada beta Tak terhingga sepanjang masa…Hanya memberi Tak harap kembali Bagai sang surya menyinari dunia…).

Saya adalah salah satu dari sekian banyak orang di dunia ini yang mendapatkan kasih sayang 100% hanya dari ibu saja. Beliaulah yang melahirkan, merawat, dan membesarkan saya sedari kecil sampai besar, dengan usaha dan jerih payahnyalah saya dan kakak-kakak debesarkan dan diberi pendidikan yang layak hingga sekarang. Oleh karena itulah saya sangat menyayangi beliu lebih dari orang kebayakan,..ya setidaknya itu menurut saya. Kami sangat bersyukur bisa mempunyai Ibu yang sangat menyayangi kami, walaupun terkadang saya pribadi berkelakuan kurang baik terhadap ibu dan terkadang selalu mengeluh jikalau beliau mulai mengingatkan dan menasehati sesuatu, tapi Thanks Mom untuk semuanya.

Selamat Hari Ibu, Terkhusus Ibu Saya dan seluruh ibu Indonesia…

Persembahan sederhana dariku untuk ibu. Sebuah puisi dari D Zawawi Imron

Ibu

kalau aku merantau lalu datang musim kemarau
sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama reranting
hanya mata air airmatamu ibu, yang tetap lancar mengalir

bila aku merantau aku ingat sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku
di hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan
lantaran hutangku padamu tak kuasa aku bayar

ibu adalah gua pertapaanku
dan ibulah yang meletakkan aku di sini
saat bunga kembang menyerbak bau sayang ibu menunjuk ke langit,
kemudian ke bumi

aku mengangguk meskipun kurang mengerti
bila kasihmu ibarat samudra

sempit lautan teduh tempatku mandi,
mencuci lumut pada diri tempatku berlayar,
menebar pukat dan melempar sauh lokan-lokan,
mutiara dan kembang laut semua bagiku

kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan
namamu ibu, yang akan kusebut paling dahulu
lantaran aku tahu engkau ibu dan aku anakmu
bila aku berlayar lalu datang angin sakal

Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal

ibulah itu , bidadari yang berselendang bianglala
sesekali datang padaku
menyuruhku menulis langit biru dengan sajakku

1966